Selasa, 19 Juni 2012

STUDI KASUS


 ( STUDI KASUS )

A.    STUDI KASUS
            Kasus Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan dua pengertian tentang Studi kasus (Case Study) yaitu:
1.       Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal.
2.      Studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengancase study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang sekarang serta menolongnya dalam usaha penyesuaian diri (adjustment) (Kartono dan Gulo, 2000).

            Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu: Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985). Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. (WS. Winkel, 1995). Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integratif dan komprehensif. Integratif artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap. (Dewa Ketut Sukardi, 1983). Studi kasus (case study) adalah suatau metode untuk menyelidiki atau mempelajri sesuatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup). (Bimo Walgito, 2004) Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala, ciri-ciri, karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu atau kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.

Pelaksanaan Studi Kasus
            Pelaksanaan studi kasus oleh konselor harus berdasar pada prosedur atau langkah-langkah yang ada. Secara garis besar langkah-langkah studi kasus sebagai berikut:
             Instrumen atau Metode Pengumpulan Data dalam Studi Kasus Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa, yaitu:

a. Kartu pribadi
b. Angket
c. Wawancara
d. Kunjungan Rumah(Home Visit)
e. Buku rapor
f. Testing
g. Rating scale
h. Autoboigrafi
i. Sosiometri
j. Studi dokumentasi
k. Daftar cek masalah (DCM)
            Dalam penggunaan alat-alat tersebut ditentukan prioritas teknik yang dapat dipakai secara efektif dan efisien.Data yang dikumpulkan dalam studi kasus
a. Identitas diri
b. Latar belakang keluarga
c. Lingkungan hidup (sosial ekonomi)
d. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
e. Riwayat kesehatan
f. Testing dalam berbagai bidang
g. Riwayat pendidikan sekolah
h. Kesusilaan dari pihak keyakinan hidup
i. Riwayat pelanggaran hidup
j. Pergaulan dengan teman-teman.

Tahap Pelaksanaan :
a.              Perencanaan : dalam perencanaan terdapat langkah-langkah sebagai berikut, yaitu: Mengenali gejala. Pertama-tama mengamati adanya suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan beberapa cara yaitu guru pembimbing menemui sendiri gejala pada siswa yang memiliki masalah, guru mata pelajaran memberikan informasi, adanya siswa yang bermasalah kepada guru pembimbing, wali kelas meminta bantuan guru pembimbing untuk menangani seorang siswa yang bermasalah berdasarkan informasi yang diterimanya dari pihak lain, seperti siswa, para guru, ataupun pihak tata usaha.
b.             Membuat deskripsi kasus. Setelah gejala itu dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi kasusnya secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas.
c.              Setelah deskripsinya dibuat, dipelajari lebih lanjut aspek ataupun bidang-bidang masalah yang mungkin dapat ditemukan dalam deskripsi itu. Kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah menyangkut masalah pribadi, sosial, belajar atau karir.
d.             Jenis masalah yang telah dikelompokkan itu dijabarkan dengan cara mengembnagkan ide-ide atau konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih mudah memahami permasalahannya.
e.              Adanya jabaran masalah yang lebih terinci dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan kemungkianan sumber penyebab masalah.
f.              Perkiraan kemungkinaan sumber penyebab membantu mengetahui jenis informasi yang dikumpulkan, sumber informasi yang perlu dikumpulkan, dan teknik atau alat yang digunakan dalam mengumpulkan informasi.
g.             Pengumpulan data. Terdapat beberapa teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih sering digunakan dalam studi kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Setelah data terkumpul konselor dapat mulai mengorgansasi dan mengklasifikasi data menjadi bagian-bagian yang dapat dikelola.
h.             Penggunaan dan pengolahan data. Penggunaan dan pengolahan data merupakan usaha pengolahan data untuk merangkum, menggolongkan, dan menghubungkan data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan data. Dengan demikian dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri anak, rumusan ini bersifat ringkas dan padat.
i.               Sintesa dan interpretasi data Setelah mengolah data selanjutnya data studi kasus diinterpretasikan dengan case conference antara petugas yang melakukan studi kasus, dalam case conference terlibat beberapa petugas khusus yang mempelajari setipa kasus dari individu yang bermasalah. Rumusan ini dilakukan melalui pengambilan atau pengambilan kesimpulan yang logis.
j.               Membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan (treatment) Merupakan langkah yang ditempuh untuk menetapkan teknik atau bantuan yang diberikan kepada siswa yang bermasalah serta memprediksi kemungkinan yang akan timbul oleh siswa sehubungan dengan masalah yang sedang dialami. Berdasarkan hasil case conference disusun suatu rekomendasi yang berwujud saran-saran, treatment (perlakuan) yang perlu dilakukan dan selanjutnya secara terus menerus diikuti dan dicatat setiap perubahan atau perkembangan yang terjadi pada siswa yang bersangkutan.
k.             Evaluasi dan tindaklanjut (follow up) Kegiatan ini dilakukan setelah melakukan treatment atau membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan. Untuk tindak lanjut bisa dilakukan oleh pengajar sendiri, guru BK, ataupun dirujuk dan di alihtangankan kepada pihak lain yang lebih berkompeten maupun dari oarang tua siswa itu sendiri.




B.     OBSERVASI DAN WAWANCARA
1.      Observasi
      Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai cirri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik lain,yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang maka observasi tidak terbatas pada orang,tetapi juga objek-objek alam yang lain.
      Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa,observasi merupakan suatu proses yang kompleks,suatu proses yang tersususn dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
      Teknik observasi ini digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia,proses kerja,gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
      Dari segi pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi observasi partisispan dan observasi non-partisipan, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan,maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.
2.      Wawancara
      Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila penenliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
      Sutrisno Hadi ( 1986 ) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview ( wawancara ) dan kuesioner adalah sebagai berikut :
a.       Bahwa subjek ( responden ) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
b.      Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek pada penelitian adalah benar dan dapat dipercaya.
c.       Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
                        Wawancara dapat dilakukan secara terstriktur maupun tidak terstruktur dan dapat                                Dilakukan melalui tatap muka ( face to face ) maupun dengan telepon.
      Selain tes dan angket wawancara adalah salah satu metode pengumpulan data yang juga banyak digunakan. Terutama dalam penelitian masalah-masalah sosial dan keagamaan. Dalam hal ini, informasi atau keterangan diperoleh langsung dari informan dengan cara tatap muka dan bercakap-cakap. Kita menggunakan istilah informan dalam wawancara sebagai sinonim responden dalam melaksanakan  tes dan pemberian angket. Hal ini dilakukan karena wawancara merupkan proses percakapan yang berbentuk Tanya jawab dengan tatap muka,namun berbeda dengan percakapan sehari-hari,wawancara sebagai cara mengumpulkan data untuk penelitian dapat ditandai dengan cirri sebagai berikut :
a.       Pewawancara dan informan biasanya belum saling kenal.
b.      Informan selalu menjawab pertanyaan,karena pewawancara selalu bertanya.
c.       Pewawancara tidak mengarahkan jawaban,akan tetapi harus selalu bersifat netral.
d.      Pertanyaan yang diberikan sesuai pedoman wawancara yang telah diteteapkan.

C.    IDENTIFIKASI KASUS
            Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :
1.      Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.
2.      Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3.      Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4.      Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
5.      Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
( SOSIOMETRI)
Sosiometri adalah suatu metode untuk mengumpulkan data tentang pola dan struktur hubungan antara individu-individu dalam kelompok. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh Moreno an Jenning. Metode ini didasarkan atas postulat-postulat bahwa kelompok mempunyai struktur yang terdiri dari hubungan-hubungan interpersonal yang kompleks. Hubungan-hubungan ini dapat diukur secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Posisi tiap-tiap individu dalam struktur kelompoknya dan hubungannya yang wajar dengan individu yang lain dapat diukur dengan metode ini. ( Wayan Nur Kencana, 1993 )
Sosiometri adalah suatu metode pengumpulan serta analisis data mengenai pilihan, komunikasi, dan pola interaksi antar-individu dalam kelompok. Dapat dikatakan bahwa sosiometri adalah kajian dan pengukuran pilihan sosial. Sosiometri disebut pula sebagai sarana untuk mengkaji “tarikan” (attraction) dan tolakan (repulsion) anggota-anggota suatu kelompok. ( Hotman M. Siahaan, 2005).
Manfaat sosiometri
Kegunaan dari sosiometri secara garis besar adalah sebagai berikut :
1.  Untuk memperbaiki struktur hubungan sosial para siswa di dalam kelasnya.
2.  Memperbaiki penyesuaian hubungan sosial siswa secara individual.
3.  Mempelajari akibat-akibat praktik-praktik sekolah terhadap hubungan sosial di kalangan siswa.
4.  Mempelajari mutu kepemimpinan dalam stuasi yang bermacam-macam.
5.  Menemukan norma-norma pergaulan antarsiswa yang diinginkan dalam kelompok/  kelas bersangkutan.
D.    IDENTIFIKASI MASALAH
            Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1) substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality.
            Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; (8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.

E.     DIAGNOSIS
            Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan
(2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

F.     PROGNOSIS
      Williamson menyatakan bahwa prognosis merupakan proses yang tidak terpisahkan dari diagnosis. Prognosis berkaitan dengan upaya untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada. Sebagai contoh jika konseli intelegensinya rendah maka ia akan rendah pula prestasi belajarnya, jika ia tidak berminat pada suatu tugas/pekerjaan, maka ia akan gagal memperoleh kepuasaan dalam bidang kerja tersebut, jika konseli rendah bakatnya jadi bidang mekanik, maka kemungkinan besar ia akan gagal studi pada programstudi teknik mesin. Tahap ini memprediksi kemungkian apa yang akan dihadapi konseli jika masalahnya tidak cepat teratasi.
Dalam prognosis ini dapat berupa:
a.    Bentuk treatmen yang harus diberikan.
b.    Bahan atau materi yang diplukan.
c.    Metode yang akan digunakan.
d.    Alat Bantu belajar mengajar yang diperlukan.
e.    Waktu kegiatan dilaksanakan.
f.    Terapi atau pemberian bantuan.

      Terapi disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan pogram yang telah disusun pada tahap prognosis tersebut.
Bentuk terapi yang dapat diberikan  antara lain melalui:
a)    Bimbingan belajar kelompok
b)    Bimbingan belajar individual
c)    Pengajaran remedial
d)    Pemberian bimbingan pribadi
e)    Alih tangan kasus

            Dalam menetapkan prognosis, pembimbing perlu memperhatikan:
a.       Pendekatan yang akan diberikan dilakukan secara perorangan atau kelompok
b.      Siapa yang akan memberikan bantuan, apakah guru, konselor, dokter atau individu lain yang lebih ahli
c.       Kapan bantuan akan dilaksanakan, atau hal-hal apa yang perlu dipertimbangkan.

G.    PELAKSANAAN TREATMEN
            Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas masalah yang dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah prognosis. Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi langsung), melalui berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif, non direktif maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut.
            Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referal atau alih tangan kasus).

H.    EVALUASI / TINDAK LANJUT
            Berkaitan dengan bimbingan dan konseling, maka yang dimaksusd dengan evaluasi  evaluasi bimbingan  dan konseling adalah  segala upaya, tindakan  atau proses untuk menentukan derajat kualitas  kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada criteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan dan konseling ( Juntika, 2005 :57)
           
            Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya tetap dilakukan untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah
memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu:
1.      Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan masalah yang dibahas;
2.      Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
3.      Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
            Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2004) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yang terbagi ke dalam kriteria yaitu kriteria keberhasilan yang tampak segera dan kriteria jangka panjang.
Kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya apabila:
1.      Peserta didik (klien) telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2.      Peserta didik (klien) telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3.      Peserta didik (klien) telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4.      Peserta didik (klien) telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5.      Peserta didik (klien) telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6.      Peserta didik (klien) telah melai menunjukkan sikap keterbukaannya serta mau memahami dan menerima kenyataan lingkungannya secara obyektif.
7.      Peserta didik (klien) mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
8.      Peserta didik (klien) telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.

Sedangkan kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya apabila:

1.      Peserta didik (klien) telah menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya yang dihasilkan oleh tindakan dan usaha-usahanya.
2.      Peserta didik (klien) telah mampu menghindari secara preventif kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat membawanya ke dalam kesulitan.
3.      Peserta didik (klien) telah menunjukkan sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota kelompok yang efektif.
            Evaluasi merupakan langkah penting dalam manajemen program bimbingan dan konseling. Tanpa evaluasi tidak mungkin kita dapat mengetahui dan mengidentifikasi keberhasilan pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah direncanakan. Evaluasi bimbingan dan konseling merupakan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program  itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain bhwa keberhasilan program dalam pencapaian tujuan merupakan suatu kondisi  yang hendak dilihat melalui evaluasi.
            Kriteria atau patokan yang digunakan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah mengacu pada terpenuhinya atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan siswa dan pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung berperan membantu siswa memperoleh perubahan perilaku dan pribadi kearah yang lebih baik.
SUMBER
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Agung Nugroho, Obed. 2008. “Studi Kasus dalam Bimbingan dan Konseling            (online),(http://wimamadiun.com/obedan/wp-            content/uploads/2008/03/STUDI%20KASUS.pdf, diakses tanggal : 20 April 2012)
Daruma,A. R, Penggunaan Tes Psikologis, Edisi Pertama. Cetakan I, Makassar : Penerbit FIP-   UNM, 2003
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti. Online
Studi kasus/Prosedur Umum Pelayanan Bimbingan dan Konseling _ AKHMAD SUDRAJAT            TENTANG PENDIDIKAN.htm
Razak Daruma, Sulaiman Samad, & Sri Sofiani, Studi Kasus, Makassar : Penerbit FIP      UNM,2003
Sugiyono, Metode Penilitian  Administrasi, Alfabeta,Bandung,2005
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D,           Alfabeta,Bandung, 2011
Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2011
Tiro, Muhammada Arif, Instrumen Penelitian Sosial-Keagamaan, Andira            Publisher,Makassar, 2005
www.Google.Com, Studi Kasus
Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar