( STUDI KASUS )
A. STUDI KASUS
Kasus
Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan dua pengertian tentang
Studi kasus (Case Study) yaitu:
1. Studi kasus merupakan suatu penelitian
(penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau
beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal.
2. Studi kasus merupakan
informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu,
seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan
dengancase study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus.
Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau
seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami
kesulitan-kesulitannya yang sekarang serta menolongnya dalam usaha penyesuaian
diri (adjustment) (Kartono dan Gulo, 2000).
Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu: Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985). Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. (WS. Winkel, 1995). Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integratif dan komprehensif. Integratif artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap. (Dewa Ketut Sukardi, 1983). Studi kasus (case study) adalah suatau metode untuk menyelidiki atau mempelajri sesuatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup). (Bimo Walgito, 2004) Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala, ciri-ciri, karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu atau kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.
Pelaksanaan
Studi Kasus
Pelaksanaan
studi kasus oleh konselor harus berdasar pada prosedur atau langkah-langkah
yang ada. Secara garis besar langkah-langkah studi kasus sebagai berikut:
Instrumen atau Metode Pengumpulan Data dalam Studi Kasus Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa, yaitu:
Instrumen atau Metode Pengumpulan Data dalam Studi Kasus Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa, yaitu:
a. Kartu pribadi
b. Angket
c. Wawancara
d. Kunjungan Rumah(Home Visit)
e. Buku rapor
f. Testing
g. Rating scale
h. Autoboigrafi
i. Sosiometri
j. Studi dokumentasi
k. Daftar cek masalah (DCM)
Dalam
penggunaan alat-alat tersebut ditentukan prioritas teknik yang dapat dipakai
secara efektif dan efisien.Data yang dikumpulkan dalam studi kasus
a. Identitas diri
a. Identitas diri
b. Latar belakang keluarga
c. Lingkungan hidup (sosial ekonomi)
d. Riwayat pertumbuhan dan
perkembangan
e. Riwayat kesehatan
f. Testing dalam berbagai bidang
g. Riwayat pendidikan sekolah
h. Kesusilaan dari pihak keyakinan
hidup
i. Riwayat pelanggaran hidup
j. Pergaulan dengan teman-teman.
Tahap Pelaksanaan :
a.
Perencanaan : dalam perencanaan terdapat
langkah-langkah sebagai berikut, yaitu: Mengenali gejala. Pertama-tama
mengamati adanya suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh
dengan beberapa cara yaitu guru pembimbing menemui sendiri gejala pada siswa
yang memiliki masalah, guru mata pelajaran memberikan informasi, adanya siswa
yang bermasalah kepada guru pembimbing, wali kelas meminta bantuan guru
pembimbing untuk menangani seorang siswa yang bermasalah berdasarkan informasi
yang diterimanya dari pihak lain, seperti siswa, para guru, ataupun pihak tata
usaha.
b.
Membuat deskripsi kasus. Setelah
gejala itu dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi
kasusnya secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas.
c.
Setelah deskripsinya dibuat,
dipelajari lebih lanjut aspek ataupun bidang-bidang masalah yang mungkin dapat
ditemukan dalam deskripsi itu. Kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah
menyangkut masalah pribadi, sosial, belajar atau karir.
d.
Jenis masalah yang telah
dikelompokkan itu dijabarkan dengan cara mengembnagkan ide-ide atau
konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih mudah memahami permasalahannya.
e.
Adanya jabaran masalah yang lebih
terinci dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan kemungkianan
sumber penyebab masalah.
f.
Perkiraan kemungkinaan sumber
penyebab membantu mengetahui jenis informasi yang dikumpulkan, sumber informasi
yang perlu dikumpulkan, dan teknik atau alat yang digunakan dalam mengumpulkan
informasi.
g.
Pengumpulan data. Terdapat beberapa
teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih sering digunakan dalam studi
kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Setelah data
terkumpul konselor dapat mulai mengorgansasi dan mengklasifikasi data menjadi
bagian-bagian yang dapat dikelola.
h.
Penggunaan dan pengolahan data.
Penggunaan dan pengolahan data merupakan usaha pengolahan data untuk merangkum,
menggolongkan, dan menghubungkan data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan
data. Dengan demikian dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri anak,
rumusan ini bersifat ringkas dan padat.
i.
Sintesa dan interpretasi data
Setelah mengolah data selanjutnya data studi kasus diinterpretasikan dengan
case conference antara petugas yang melakukan studi kasus, dalam case
conference terlibat beberapa petugas khusus yang mempelajari setipa kasus dari
individu yang bermasalah. Rumusan ini dilakukan melalui pengambilan atau
pengambilan kesimpulan yang logis.
j.
Membuat perencanaan pelaksanaan
pertolongan (treatment) Merupakan langkah yang ditempuh untuk menetapkan teknik
atau bantuan yang diberikan kepada siswa yang bermasalah serta memprediksi
kemungkinan yang akan timbul oleh siswa sehubungan dengan masalah yang sedang
dialami. Berdasarkan hasil case conference disusun suatu rekomendasi yang
berwujud saran-saran, treatment (perlakuan) yang perlu dilakukan dan
selanjutnya secara terus menerus diikuti dan dicatat setiap perubahan atau
perkembangan yang terjadi pada siswa yang bersangkutan.
k.
Evaluasi dan tindaklanjut (follow
up) Kegiatan ini dilakukan setelah melakukan treatment atau membuat perencanaan
pelaksanaan pertolongan. Untuk tindak lanjut bisa dilakukan oleh pengajar
sendiri, guru BK, ataupun dirujuk dan di alihtangankan kepada pihak lain yang
lebih berkompeten maupun dari oarang tua siswa itu sendiri.
B. OBSERVASI DAN WAWANCARA
1. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai cirri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik lain,yaitu wawancara dan kuesioner.
Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang maka observasi
tidak terbatas pada orang,tetapi juga objek-objek alam yang lain.
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa,observasi merupakan
suatu proses yang kompleks,suatu proses yang tersususn dari berbagai proses
biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan.
Teknik observasi ini digunakan bila penelitian berkenaan dengan
perilaku manusia,proses kerja,gejala-gejala alam dan bila responden yang
diamati tidak terlalu besar.
Dari segi pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat
dibedakan menjadi observasi partisispan dan observasi non-partisipan, selanjutnya
dari segi instrumentasi yang digunakan,maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi
terstruktur dan tidak terstruktur.
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, dan juga apabila penenliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik
pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau
setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
Sutrisno Hadi ( 1986 ) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu
dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview ( wawancara ) dan
kuesioner adalah sebagai berikut :
a. Bahwa
subjek ( responden ) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
b. Bahwa
apa yang dinyatakan oleh subjek pada penelitian adalah benar dan dapat
dipercaya.
c. Bahwa
interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
Wawancara dapat
dilakukan secara terstriktur maupun tidak terstruktur dan dapat Dilakukan melalui tatap muka ( face to
face ) maupun dengan telepon.
Selain
tes dan angket wawancara adalah salah satu metode pengumpulan data yang juga
banyak digunakan. Terutama dalam penelitian masalah-masalah sosial dan
keagamaan. Dalam hal ini, informasi atau keterangan diperoleh langsung dari
informan dengan cara tatap muka dan bercakap-cakap. Kita menggunakan istilah
informan dalam wawancara sebagai sinonim responden dalam melaksanakan tes dan pemberian angket. Hal ini dilakukan
karena wawancara merupkan proses percakapan yang berbentuk Tanya jawab dengan
tatap muka,namun berbeda dengan percakapan sehari-hari,wawancara sebagai cara
mengumpulkan data untuk penelitian dapat ditandai dengan cirri sebagai berikut
:
a. Pewawancara
dan informan biasanya belum saling kenal.
b. Informan
selalu menjawab pertanyaan,karena pewawancara selalu bertanya.
c. Pewawancara
tidak mengarahkan jawaban,akan tetapi harus selalu bersifat netral.
d. Pertanyaan
yang diberikan sesuai pedoman wawancara yang telah diteteapkan.
C.
IDENTIFIKASI
KASUS
Identifikasi kasus merupakan langkah awal
untuk menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan
konseling. Robinson (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :
1. Call them approach; melakukan wawancara dengan
memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan
dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.
2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik,
penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing
dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang
tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya
melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal
lainnya.
3. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang
menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya.
Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan
tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil
pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak
lanjutnya.
4. Melakukan analisis terhadap hasil
belajar peserta didik,
dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan
belajar yang dihadapi peserta didik.
5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta
didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
( SOSIOMETRI)
Sosiometri adalah
suatu metode untuk mengumpulkan data tentang pola dan struktur hubungan antara
individu-individu dalam kelompok. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh Moreno
an Jenning. Metode ini didasarkan atas postulat-postulat bahwa kelompok
mempunyai struktur yang terdiri dari hubungan-hubungan interpersonal yang
kompleks. Hubungan-hubungan ini dapat diukur secara kuantitatif maupun secara
kualitatif. Posisi tiap-tiap individu dalam struktur kelompoknya dan
hubungannya yang wajar dengan individu yang lain dapat diukur dengan metode
ini. ( Wayan Nur Kencana, 1993 )
Sosiometri adalah
suatu metode pengumpulan serta analisis data mengenai pilihan, komunikasi, dan
pola interaksi antar-individu dalam kelompok. Dapat dikatakan bahwa sosiometri
adalah kajian dan pengukuran pilihan sosial. Sosiometri disebut pula sebagai
sarana untuk mengkaji “tarikan” (attraction) dan tolakan (repulsion)
anggota-anggota suatu kelompok. ( Hotman M. Siahaan, 2005).
Manfaat sosiometri
Kegunaan dari
sosiometri secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperbaiki struktur hubungan sosial para siswa di dalam
kelasnya.
2. Memperbaiki penyesuaian hubungan sosial siswa secara individual.
3. Mempelajari akibat-akibat praktik-praktik sekolah terhadap hubungan
sosial di kalangan siswa.
4. Mempelajari mutu kepemimpinan dalam stuasi yang bermacam-macam.
5. Menemukan norma-norma pergaulan antarsiswa yang diinginkan dalam
kelompok/ kelas bersangkutan.
D.
IDENTIFIKASI MASALAH
Langkah ini merupakan upaya untuk
memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta
didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat
berkenaan dengan aspek : (1) substansial – material; (2) struktural –
fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality.
Untuk mengidentifikasi kasus dan
masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk
melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM).
Instrumen ini sangat membantu untuk menemukan kasus dan mendeteksi lokasi
kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan
kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5)
karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama, nilai dan moral;
(8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu
senggang.
E.
DIAGNOSIS
Diagnosis merupakan upaya untuk
menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah
peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor penyebab
kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun
out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor
internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri,
seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi,
sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan
(2)
faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk
didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
F.
PROGNOSIS
Williamson menyatakan bahwa prognosis
merupakan proses yang tidak terpisahkan dari diagnosis. Prognosis berkaitan
dengan upaya untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
berdasarkan data yang ada. Sebagai contoh jika konseli intelegensinya rendah
maka ia akan rendah pula prestasi belajarnya, jika ia tidak berminat pada suatu
tugas/pekerjaan, maka ia akan gagal memperoleh kepuasaan dalam bidang kerja
tersebut, jika konseli rendah bakatnya jadi bidang mekanik, maka kemungkinan
besar ia akan gagal studi pada programstudi teknik mesin. Tahap ini memprediksi
kemungkian apa yang akan dihadapi konseli jika masalahnya tidak cepat teratasi.
Dalam
prognosis ini dapat berupa:
a. Bentuk treatmen yang harus diberikan.
b. Bahan atau materi yang diplukan.
c. Metode yang akan digunakan.
d. Alat Bantu belajar mengajar yang
diperlukan.
e. Waktu kegiatan dilaksanakan.
f. Terapi atau pemberian bantuan.
Terapi disini maksudnya adalah pemberian
bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan pogram yang
telah disusun pada tahap prognosis tersebut.
Bentuk
terapi yang dapat diberikan antara lain
melalui:
a) Bimbingan belajar kelompok
b) Bimbingan belajar individual
c) Pengajaran remedial
d) Pemberian bimbingan pribadi
e) Alih tangan kasus
Dalam
menetapkan prognosis, pembimbing perlu memperhatikan:
a. Pendekatan
yang akan diberikan dilakukan secara perorangan atau kelompok
b. Siapa
yang akan memberikan bantuan, apakah guru, konselor, dokter atau individu lain
yang lebih ahli
c. Kapan
bantuan akan dilaksanakan, atau hal-hal apa yang perlu dipertimbangkan.
G.
PELAKSANAAN
TREATMEN
Langkah ini merupakan upaya untuk
melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas masalah yang dihadapi klien,
berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah prognosis. Jika jenis
dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem
pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru
pembimbing atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh
guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi langsung), melalui berbagai
pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif, non direktif
maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut.
Namun, jika permasalahannya
menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka
selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referal atau alih tangan kasus).
H.
EVALUASI
/ TINDAK LANJUT
Berkaitan
dengan bimbingan dan konseling, maka yang dimaksusd dengan evaluasi
evaluasi bimbingan dan konseling adalah segala upaya,
tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan
kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di
sekolah dengan mengacu pada criteria atau patokan-patokan tertentu sesuai
dengan program bimbingan dan konseling ( Juntika, 2005 :57)
Cara
manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya tetap
dilakukan untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment)
yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta
didik.Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah
memberikan kriteria-kriteria keberhasilan
layanan bimbingan dan konseling yaitu:
1. Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik
berkaitan dengan masalah yang dibahas;
2. Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan
materi yang dibawakan melalui layanan, dan
3. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta
didik sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut
pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara
itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2004) mengemukakan beberapa kriteria
dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yang terbagi ke
dalam kriteria yaitu kriteria keberhasilan yang tampak segera dan kriteria
jangka panjang.
Kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya apabila:
1. Peserta didik (klien) telah
menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2. Peserta didik (klien) telah memahami
(self insight) permasalahan yang dihadapi.
3. Peserta didik (klien) telah mulai
menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif
(self acceptance).
4. Peserta didik (klien) telah menurun
ketegangan emosinya (emotion stress release).
5. Peserta didik (klien) telah menurun
penentangan terhadap lingkungannya
6. Peserta didik (klien) telah melai
menunjukkan sikap keterbukaannya serta mau memahami dan menerima kenyataan
lingkungannya secara obyektif.
7. Peserta didik (klien) mulai
menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan
mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
8. Peserta didik (klien) telah
menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri
terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang
telah diambilnya.
Sedangkan
kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya apabila:
1. Peserta didik (klien) telah menunjukkan
kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya yang dihasilkan oleh tindakan dan
usaha-usahanya.
2. Peserta didik (klien) telah mampu
menghindari secara preventif kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat
membawanya ke dalam kesulitan.
3. Peserta didik (klien) telah
menunjukkan sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan
kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota
kelompok yang efektif.
Evaluasi merupakan langkah penting dalam manajemen program
bimbingan dan konseling. Tanpa evaluasi tidak mungkin kita dapat mengetahui dan
mengidentifikasi keberhasilan pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang
telah direncanakan. Evaluasi bimbingan dan konseling merupakan usaha untuk
menilai sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain bhwa keberhasilan program dalam pencapaian tujuan
merupakan suatu kondisi yang hendak dilihat melalui evaluasi.
Kriteria
atau patokan yang digunakan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program
layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah mengacu pada terpenuhinya
atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan siswa dan pihak-pihak yang terlibat
baik langsung maupun tidak langsung berperan membantu siswa memperoleh perubahan
perilaku dan pribadi kearah yang lebih baik.
SUMBER
Abin
Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi
Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Agung
Nugroho, Obed. 2008. “Studi Kasus dalam
Bimbingan dan Konseling” (online),(http://wimamadiun.com/obedan/wp- content/uploads/2008/03/STUDI%20KASUS.pdf,
diakses tanggal : 20 April 2012)
Daruma,A.
R, Penggunaan Tes Psikologis, Edisi
Pertama. Cetakan I, Makassar : Penerbit FIP- UNM,
2003
Depdiknas,
2004. Dasar Standarisasi Profesi
Konseling. Jakarta : Bagian
Proyek Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen
Dikti. Online
Studi
kasus/Prosedur Umum Pelayanan
Bimbingan dan Konseling _ AKHMAD SUDRAJAT TENTANG
PENDIDIKAN.htm
Razak
Daruma, Sulaiman Samad, & Sri Sofiani, Studi
Kasus, Makassar : Penerbit FIP UNM,2003
Sugiyono,
Metode Penilitian Administrasi, Alfabeta,Bandung,2005
Sugiyono,
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta,Bandung, 2011
Sukardi, Metode
Penelitian Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2011
Tiro, Muhammada Arif, Instrumen Penelitian Sosial-Keagamaan, Andira Publisher,Makassar, 2005
www.Google.Com,
Studi Kasus
Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar